Jakarta, matacandra.online  – Kasus keracunan massal akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG) mengguncang Jawa Barat. Hingga Jumat (26/9/2025), tercatat 1.333 orang di Kabupaten Bandung Barat (KBB) dan 657 orang di Kabupaten Garut mengalami gejala keracunan usai mengonsumsi makanan dari program pemerintah tersebut. Total 1.990 korban kini masuk dalam data resmi Dinas Kesehatan.

Peristiwa ini berawal dari Kecamatan Cipongkor, Bandung Barat, yang menjadi lokasi pertama munculnya kasus luar biasa (KLB) keracunan. Beberapa korban yang sempat pulih bahkan kembali ke posko penanganan karena gejala muncul lagi setelah pulang ke rumah.

“Tadi malam ada empat pasien yang kembali datang meski sebelumnya sudah dinyatakan membaik. Saya ingat betul wajah mereka karena ikut menangani langsung,”
ujar Plt Kepala Dinas Kesehatan Bandung Barat, Lia N. Sukandar, Jumat (26/9/2025).

Lia menjelaskan, setelah dilakukan anamnesa atau wawancara medis, diketahui sebagian pasien kembali mengalami gejala karena kurangnya pemahaman tentang pola makan pasca-keracunan.

“Ada pasien yang setelah pulang malah makan jeruk atau ayam goreng. Kita tidak tahu apakah makanan itu dimasak sendiri atau dibeli. Hal seperti itu bisa memicu gejala kembali muncul,” katanya.

Petugas Siaga di Posko Cipongkor

Saat ini, 12 pasien masih dirawat di posko penanganan GOR Kecamatan Cipongkor. Lia menegaskan kepada seluruh petugas medis agar memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang makanan yang aman dikonsumsi setelah dinyatakan sembuh.

“Kami sudah menekankan kepada petugas, pasien yang baru sembuh hanya boleh makan bubur yang dimasak sendiri. Jangan langsung mencoba makanan berminyak atau asam,” jelas Lia.

Bakteri Jadi Penyebab Utama

Hasil pemeriksaan Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Jawa Barat mengungkap penyebab utama kasus keracunan massal ini. Dua jenis bakteri ditemukan dalam sampel makanan MBG, yaitu Salmonella dan Bacillus cereus.

“Dari hasil uji laboratorium, kami menemukan bakteri pembusuk yang bersumber dari komponen karbohidrat pada makanan,”
ungkap dr Ryan Bayusantika Ristandi, Kepala UPTD Labkesda Dinas Kesehatan Jawa Barat, Minggu (28/9/2025).

Ryan menuturkan, salah satu faktor yang memungkinkan bakteri berkembang adalah waktu yang terlalu lama antara proses memasak dan penyajian makanan.

“Makanan yang dibiarkan di suhu ruang lebih dari enam jam tanpa kontrol suhu akan memicu pertumbuhan bakteri dengan sangat cepat,” tegasnya.

Pentingnya Higienitas dan Protokol Keamanan Pangan

Ryan juga menekankan pentingnya standar higienitas ketat dalam pengolahan makanan program MBG, termasuk penggunaan air bersih, sarung tangan, serta pakaian steril bagi petugas dapur.

Makanan sebaiknya disimpan pada suhu di atas 60°C atau di bawah 5°C untuk mencegah pertumbuhan bakteri.

“Jika prosedur ini diabaikan, risiko keracunan akan terus ada,” tambah Ryan.

Dinas Kesehatan Jawa Barat kini meminta seluruh pihak yang terlibat dalam program MBG untuk memperketat protokol keamanan pangan. Tujuannya, agar kasus keracunan massal ini tidak terulang di masa mendatang.(red.al)