JAKARTA, matacandra.online  – Suasana Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-80 di Markas PBB, New York, Amerika Serikat (AS) mendadak tegang ketika Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, hendak menyampaikan pidatonya. Momen ini menjadi sorotan dunia setelah delegasi dari berbagai negara secara serentak melakukan walk out (WO) sebagai bentuk protes terhadap kebijakan Israel di Gaza.

Menurut Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana, aksi walk out ini memiliki dampak yang cukup signifikan, baik secara moral maupun politik.

"Walk out yang dilakukan oleh delegasi negara-negara ini merupakan tekanan moral, bukan hanya kepada Israel, tetapi juga kepada Amerika Serikat (AS). Dunia ingin menunjukkan bahwa mereka tidak bisa menerima kekejaman yang terjadi di Gaza," ujar Hikmahanto kepada wartawan, Sabtu (27/9/2025).

Bentuk Ketidaksetujuan Dunia atas Kekerasan di Gaza

Hikmahanto menjelaskan, aksi walk out ini merupakan sinyal jelas bahwa banyak negara menolak narasi Israel yang kerap menyatakan serangan ke Gaza sebagai bentuk "pembelaan diri".

"Ini adalah pesan simbolis dari dunia internasional yang tidak setuju dengan dalih Israel melakukan serangan ke Gaza hanya karena serangan mendadak dari Hamas pada 7 Oktober 2023," jelasnya.

Selain itu, lanjut Hikmahanto, walk out juga merupakan protes keras terhadap dugaan genosida yang dilakukan Israel terhadap warga Palestina. Ia mengungkapkan bahwa Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, bahkan telah menyebut krisis kemanusiaan di Gaza sebagai human catastrophe atau bencana kemanusiaan besar.

"Dunia melihat fakta di lapangan, di mana puluhan ribu warga sipil menjadi korban serangan Israel. Tindakan ini dianggap sebagai kekejaman yang bahkan mengarah pada genosida atau pembersihan etnis (ethnic cleansing)," tegas Hikmahanto.

Hanya AS dan Sekutu yang Tetap Bertahan di Ruangan

Momen walk out terjadi sesaat setelah pimpinan sidang mempersilakan Netanyahu naik ke podium. Dalam siaran langsung United Nations melalui YouTube, terlihat puluhan delegasi meninggalkan ruangan secara bersamaan, sementara sebagian kecil memberi tepuk tangan.

Menurut Hikmahanto, hal ini menunjukkan betapa terisolasinya Israel dalam forum internasional.
"Hanya AS dan segelintir negara sekutunya yang memilih tetap berada di ruangan dan mendengar pembelaan Netanyahu tentang serangan Israel yang disebut sebagai tindakan membela diri dan terkait dengan sandera yang belum dibebaskan Hamas," ungkapnya.

Latar Belakang Ketegangan

Ketegangan di Gaza memuncak sejak serangan mendadak Hamas pada Oktober 2023, yang kemudian dijadikan alasan Israel untuk melancarkan operasi militer besar-besaran. Namun, tindakan Israel menuai kecaman internasional karena menimbulkan korban sipil dalam jumlah besar, termasuk perempuan dan anak-anak.

Aksi walk out di PBB ini menegaskan bahwa dukungan dunia terhadap Palestina semakin kuat, dan negara-negara yang meninggalkan ruangan ingin mengirim pesan bahwa kekerasan Israel tidak dapat dibenarkan.

"Gerakan walk out ini merupakan peringatan diplomatik bahwa dunia menolak kebijakan agresif Israel dan siap memberikan tekanan lebih besar, termasuk kemungkinan langkah politik dan hukum di tingkat internasional," pungkas Hikmahanto.

Dengan aksi ini, posisi Israel dan AS di panggung internasional semakin sulit, karena tekanan moral dari komunitas global kini semakin kuat dan terang-terangan ditunjukkan di forum resmi dunia.(red.al)