JAKARTA, matacandra.online – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan dugaan rapat tertutup yang digelar mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim dengan pihak Google Indonesia terkait pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek. Dugaan ini memicu perhatian publik, namun pihak Nadiem membantah keras tudingan tersebut.
Kuasa hukum Nadiem, Hotman Paris Hutapea, menegaskan bahwa Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah melakukan audit dan tidak menemukan pelanggaran dalam proses pengadaan.
“BPKP menyatakan pengadaan Chromebook dilakukan tepat waktu, tepat jumlah, tepat guna, tepat harga, dan sesuai prosedur. Tidak ada pelanggaran seperti yang dituduhkan,” tegas Hotman saat memberikan keterangan pers di kawasan Jakarta Pusat, Senin (8/9/2025).
Bantah Penetapan Sebelum Kajian Selesai
Saat ditanya mengenai dugaan bahwa Chromebook sudah ditetapkan sebelum kajian resmi terbit, Hotman dengan tegas membantah.
“Itu tidak benar. Beberapa kali rapat dilakukan, dan kuasa pengguna anggaran bukan Nadiem. Semua sudah dijelaskan oleh BPKP, tidak ada pelanggaran,” ujar Hotman.
Ia menambahkan, seluruh keputusan teknis dilakukan oleh tim teknis Kemendikbudristek melalui rapat resmi.
“Selama tidak ada mark up, tidak ada korupsi. BPKP juga menyatakan tidak ada masalah terkait keuangan negara,” ungkapnya.
Google Dinilai Lebih Efisien dari Windows
Hotman juga menjelaskan alasan Kemendikbudristek memilih sistem operasi Chrome OS dibanding Windows. Menurutnya, pertimbangan itu diambil berdasarkan analisis teknis yang dilakukan pada 2020.
“Harga device management Windows jauh lebih mahal, sekitar 200-230 dolar per tiga tahun. Sedangkan Google hanya 30 dolar sekali bayar seumur hidup,” jelas Hotman.
Ia menekankan, keputusan ini diambil semata-mata demi efisiensi anggaran, bukan untuk memperkaya pihak tertentu.
“Sepanjang tidak ada mark up, unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain tidak bisa diterapkan. Bahkan yang membayar ke Google itu bukan Kemendikbud, tapi vendor swasta,” tegasnya.
Hotman menambahkan, mekanisme pembayaran dilakukan melalui vendor yang menjual laptop dengan sistem Chrome OS.
“Vendor membeli sistem Google agar laptop lengkap, lalu menjualnya melalui mekanisme LKPP. Jadi tidak ada pembayaran langsung dari Kemendikbud ke Google,” paparnya.
Bantah Ada Konflik Kepentingan
Isu yang menyebut pemilihan Chrome OS menguntungkan Google dan berkaitan dengan riwayat Nadiem sebagai pendiri Gojek juga dibantah. Hotman menyatakan, Google memang pernah berinvestasi di Gojek, namun itu dilakukan jauh sebelum Nadiem menjabat sebagai menteri.
“Google adalah perusahaan raksasa dunia. Mereka membeli saham Gojek secara resmi di bursa. Bahkan sebelum Nadiem menjadi menteri, Google sudah empat kali berinvestasi di Gojek,” tegas Hotman.
Selain Google, kata Hotman, Facebook dan Paypal juga menjadi investor di Gojek, sehingga tidak mungkin ada hubungan pribadi yang memengaruhi keputusan Kemendikbudristek.
Konteks Hukum
Kejagung sebelumnya menyatakan sedang menyelidiki dugaan tindak pidana dalam pengadaan Chromebook yang mengacu pada Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Namun, Hotman yakin kliennya tidak bersalah.
“Tidak ada mark up, tidak ada kerugian negara. Semua sesuai prosedur,” pungkasnya.
Kasus ini masih dalam tahap penyelidikan Kejagung. Publik kini menunggu langkah selanjutnya dari penegak hukum, termasuk kemungkinan penyelidikan lebih mendalam terkait proses pengadaan yang sempat menuai polemik.(red.al)
0 Komentar