Kediri, 13 Oktober 2025, mata candra.online — Aroma tak sedap kembali menyeruak dari pengelolaan Dana Desa di Kabupaten Kediri. Kali ini, sorotan tertuju pada proyek pembangunan kolam renang wisata di Desa Maron, Kecamatan Banyakan, yang dinilai mengandung banyak kejanggalan dan patut didalami secara hukum.

Proyek tersebut telah menghabiskan anggaran besar—sekitar Rp 242 juta pada 2023, disusul gelontoran dana tambahan sebesar Rp 248 juta pada 2024. Kedua tahap pendanaan itu mengalir ke lokasi yang sama, yakni Dusun Ngengen RT 03/RW 04, namun hasilnya justru menimbulkan tanda tanya di kalangan warga.

Investigasi awal yang dihimpun dari pengamatan masyarakat menunjukkan bahwa infrastruktur kolam renang tersebut kini mengalami kerusakan signifikan: lantai retak, konstruksi tampak ringkih, dan sejumlah elemen tidak sesuai dengan standar teknis pembangunan berbasis Dana Desa.

Kritik juga muncul dari aspek transparansi. Warga mengungkap bahwa sejak perencanaan hingga pelaksanaan, partisipasi publik nyaris nihil. Proyek seolah berjalan diam-diam tanpa keterbukaan informasi.

"Dari awal kami tidak tahu-menahu. Tiba-tiba kolam sudah berdiri tapi kondisinya sangat memprihatinkan. Retak-retak, tidak bisa digunakan. Padahal dananya bukan sedikit," ujar seorang warga yang meminta identitasnya dirahasiakan.

Fenomena ini memicu keresahan sosial dan memunculkan tuntutan agar aparat penegak hukum—terutama Kejaksaan Negeri Kediri—segera melakukan penyelidikan mendalam. Warga mendesak agar dilakukan audit menyeluruh, baik pada aspek pembiayaan maupun mutu hasil pekerjaan.

Desakan tersebut tidak berhenti pada tingkat desa. Warga telah melaporkan secara informal kepada pihak kepolisian setempat, termasuk Polsek Banyakan dan Polres Kediri, sebagai bentuk keseriusan terhadap dugaan praktik penyimpangan atau bahkan potensi korupsi terselubung.

Hingga saat ini, belum ada klarifikasi resmi dari Pemerintah Desa Maron terkait dugaan tersebut. Namun publik menanti langkah tegas dari aparat dan transparansi dari pihak terkait, agar Dana Desa benar-benar menjadi alat pemberdayaan rakyat—bukan celah untuk praktik manipulasi berkedok pembangunan.