Jakarta, matacandra,online  – Kementerian Haji dan Umrah menjelaskan latar belakang disahkannya pelaksanaan umrah mandiri dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah.

Wakil Menteri Haji dan Umrah, Dahnil Anzar Simanjuntak, menyebut kebijakan tersebut diambil sebagai bentuk penyesuaian terhadap perubahan besar dalam ekosistem ekonomi haji dan umrah global.

Menurutnya, praktik umrah mandiri sebenarnya telah banyak dilakukan oleh jamaah dari berbagai negara, termasuk Indonesia, seiring dengan kebijakan Kerajaan Arab Saudi yang membuka peluang ibadah umrah tanpa melalui biro perjalanan.

“Aturan dari Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia memang memberikan ruang bagi jamaah untuk melakukan umrah mandiri. Karena itu, kami ingin memastikan jamaah Indonesia yang berangkat secara mandiri tetap terlindungi secara hukum,” ujar Dahnil, Minggu (26/10/2025).

Perlindungan Jamaah Jadi Prioritas

Dahnil menegaskan bahwa dimasukkannya ketentuan umrah mandiri ke dalam UU bukan sekadar bentuk legalisasi, tetapi juga mekanisme perlindungan terhadap jamaah dan seluruh ekosistem ekonomi yang terlibat.

Dengan pengakuan hukum ini, pemerintah akan memiliki tanggung jawab langsung untuk melindungi jamaah umrah mandiri yang berangkat dari Indonesia.

“Nantinya, setiap jamaah yang berangkat secara mandiri wajib melapor dan melakukan pemesanan layanan seperti hotel atau transportasi melalui sistem Nusuk, yang terintegrasi antara Kementerian Haji Arab Saudi dan Kementerian Haji Indonesia,” jelasnya.

Langkah ini disebut penting agar pemerintah memiliki data akurat terkait jumlah dan keberangkatan jamaah umrah, sekaligus dapat memberikan perlindungan apabila terjadi kendala di tanah suci.

Menjaga Keberlangsungan Travel Resmi

Terkait kekhawatiran perusahaan perjalanan umrah resmi (PPIU) yang menilai kebijakan ini bisa menurunkan jumlah jamaah mereka, Dahnil memastikan bahwa pemerintah akan tetap menjaga keseimbangan dan mencegah penyalahgunaan izin umrah mandiri.

“Kami pastikan tidak boleh ada moral hazard. Pihak luar yang mengatasnamakan diri seolah-olah sebagai travel untuk menghimpun jamaah mandiri, akan dikenai sanksi hukum,” tegas Dahnil.

Ia menambahkan, keberadaan umrah mandiri bukan untuk mematikan usaha travel resmi, tetapi untuk mengatur arus jamaah yang semakin sulit dibendung serta memastikan seluruh pihak yang terlibat beroperasi secara legal dan transparan.

“Kita ingin melindungi dua hal sekaligus — jamaah yang ingin beribadah secara mandiri, dan pelaku usaha travel yang sah secara hukum,” pungkasnya.

Kebijakan ini menjadi langkah baru dalam sistem penyelenggaraan ibadah umrah di Indonesia, di mana jamaah kini memiliki pilihan yang lebih fleksibel, namun tetap berada dalam pengawasan dan perlindungan pemerintah agar pelaksanaan ibadah berlangsung aman dan tertib.(red.al)