matacandra,online - Nganjuk kembali memanas akibat perang urat saraf antar jaringan mafia solar subsidi yang berebut dominasi di wilayah strategis jalur logistik Jawa Timur. Sumber lapangan menyebutkan, konflik terbaru pecah di sebuah lapak penimbunan milik seseorang berinisial N, yang disebut menjadi rebutan antara kelompok pemasok lama dan pemain baru yang agresif menguasai pasokan BBM subsidi.
Di tengah tensi yang meningkat, nama seorang mantan residivis kasus solar ilegal, sebut saja W, kembali mencuat. W diketahui memiliki perusahaan transportasi besar yang diduga menjadi pintu masuk distribusi solar subsidi hasil permainan mafia. Informasi ini mendadak membuat publik mempertanyakan sejauh apa peran dan ketegasan aparat penegak hukum APH dalam menangani jejaring yang ditengarai terstruktur, masif, dan rapi ini.
Sejumlah sumber internal mengungkapkan dugaan adanya “konsorsium bayangan” yang mengatur alur distribusi, harga, dan perlindungan operasi ilegal tersebut. Indikasi keterlibatan pihak kuat disebut menjadi alasan jaringan ini bertahan lama sekaligus sulit disentuh, meskipun aktivitasnya merugikan negara miliaran rupiah setiap bulan.
Dalam aturan hukum, aktivitas penyelewengan BBM bersubsidi dapat dijerat UU 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi Pasal 55, dengan ancaman pidana penjara maksimal 6 tahun dan denda hingga Rp60 miliar. Namun hingga kini belum ada langkah signifikan yang diumumkan APH, memancing reaksi keras dari masyarakat lokal.
“Publik menunggu tindakan nyata. Jangan sampai ada kesan pembiaran. Mafia solar ini sudah menggerogoti negara terlalu lama,” tegas salah satu aktivis energi yang ikut menyoroti kasus ini.
Kasus ini kini masuk tahap penyelidikan. Masyarakat menunggu apakah APH akan benar-benar transparan dan tegas menindak pelaku maupun jaringan yang membekingi aktivitas ilegal tersebut. Media dan pegiat sosial di Nganjuk berkomitmen terus mengawal perkembangan kasus hingga tuntas.

0 Komentar