Jakarta,  matacandra,online – Ketegangan di perbatasan Israel–Lebanon kembali meningkat setelah serangan udara Israel menghantam beberapa kawasan di Lebanon selatan, Kamis (4/12/2025). Serangan ini terjadi hanya sehari setelah pejabat sipil kedua negara mengadakan pembicaraan langsung pertama dalam puluhan tahun, memicu kekhawatiran bahwa eskalasi baru dapat menggagalkan upaya stabilisasi kawasan.

Mengutip laporan AFP, militer Israel menyatakan bahwa mereka telah melancarkan operasi terhadap “target teror Hizbullah”, khususnya di wilayah Mahrouna dan Jbaa, setelah terlebih dulu mengeluarkan peringatan publik mengenai serangan tersebut. Israel kemudian memperluas ancamannya dengan menyebut akan menghantam “infrastruktur militer Hizbullah” di Majadal dan Baraasheet.

Badan Berita Nasional Lebanon (NNA) mengonfirmasi bahwa jet tempur Israel menyerang Mahrouna, sementara lokasi lain seperti Jbaa, Majadal, dan Baraasheet juga menjadi target. Seorang fotografer AFP di Jbaa melaporkan adanya asap pekat yang membumbung dari titik serangan.

Gencatan Senjata Tidak Sepenuhnya Berlaku

Gencatan senjata yang disepakati pada November 2024 seharusnya mengakhiri lebih dari setahun permusuhan antara Israel dan Hizbullah. Namun, Israel tetap melakukan serangan berkala dan masih mempertahankan pasukan di lima zona strategis Lebanon selatan.

Kunjungan Paus Leo XIV pada akhir pekan lalu sempat menahan eskalasi selama beberapa hari. Dalam kunjungannya, Paus menyerukan agar kekerasan segera dihentikan dan jalur dialog dihidupkan kembali. Namun jeda itu hanya berlangsung singkat.

Diplomasi Terbatas di Naqura

Serangan terbaru ini muncul hanya beberapa jam setelah kontak diplomatik langka antara perwakilan sipil Lebanon dan Israel dalam pertemuan yang dimediasi oleh pasukan perdamaian PBB (UNIFIL) di Naqura.

Perdana Menteri Lebanon, Nawaf Salam, menegaskan bahwa pertemuan tersebut bukan langkah menuju pembicaraan damai.

“Kami belum berada dalam proses perundingan damai,” ujar Salam.
Ia menegaskan bahwa agenda dialog hanya bertujuan menerapkan penuh gencatan senjata 2024, termasuk penghentian aksi bersenjata, pembebasan sandera Lebanon, dan penarikan total pasukan Israel dari wilayah Lebanon.

Lebanon dan Israel secara teknis masih berada dalam keadaan perang sejak 1948 dan tidak memiliki hubungan diplomatik formal. Biasanya, keterlibatan kedua pihak hanya melibatkan perwira militer, bukan pejabat sipil seperti kali ini.

Respons Israel dan Tekanan Amerika Serikat

Kantor Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyebut pertemuan di Naqura berlangsung dalam suasana “positif”. Israel dan Lebanon disebut setuju untuk mengembangkan ide kerja sama ekonomi sebagai bagian dari kelanjutan dialog.

Namun Israel menegaskan satu syarat utama:
pelucutan senjata Hizbullah adalah “mutlak” sebelum bentuk kerja sama apa pun dapat diwujudkan.

Amerika Serikat juga hadir dalam pertemuan tersebut melalui utusannya, Morgan Ortagus, dan terus memberi tekanan pada Beirut untuk mempercepat proses pelucutan senjata Hizbullah serta membuka jalur dialog langsung dengan Israel.(red.al)